Pembahasan dalam artikel ini berkaitan dengan uu ham, keppres no 181 tahun 1998, UU no 9 tahun 1998, uu pengadilan ham, uu no 26 tahun 2000, uu tentang ham, dan uu perlindungan ham.
Hal ini juga didukung dengan beberapa hasil konvensi, antara lain konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita Tahun 1979, Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia, dan Deklarasi PBB Tahun 1993 tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan. Konvensi-konvensi dan Deklarasi PBB, pada intinya menentang bentuk kekerasan terhadap perempuan yang merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak-hak asasi manusia.
Dalam rangka pencegahan dan penanggulangan masalah-masalah kekerasan terhadap perempuan serta penghapusan segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan di Indonesia, maka dibentuk komisi yang bersifat nasional.
Komisi ini dibentuk berdasarkan Kepres RI No. 181 Tahun 1998, yang diberi nama Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang berdasarkan Pancasila dan bersifat independen. Komisi ini bertujuan:
1) Menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan yang berlangsung di Indonesia.
2) Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.
3) Peningkatan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan hak asasi perempuan.
Pelaksanaan penyampaian pendapat tetap menjunjung tinggi proses keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum. Oleh karena itu, penyampaian pendapat tidak menciptakan disintegrasi sosial, tetapi justru harus dapat menjamin rasa aman dalam kehidupan masyarakat.
Undang-undang ini diharapkan dapat mencegah tekanan-tekanan fisik maupun psikis, yang dapat mengurangi jiwa dan makna dari proses keterbukaan dalam penegakan hukum.
Undang-undang tentang pengadilan hak asasi manusia diharapkan dapat melindungi hak asasi manusia, baik perseorangan maupun masyarakat. Di samping itu, undang-undang tersebut dapat menjadi dasar dalam penegakan, kepastian hukum keadilan dan perasaan aman terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Pengadilan Hak Asasi Manusia ini bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara pelanggaran hak asasi manusia dengan Hakim Majelis. Terhadap putusan pengadilan terdahulu (Pengadilan Negeri) dapat dimintakan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi dan kasasi atau peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
Penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia hanya dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam melakukan penyelidikan komisi ini dapat membentuk satu tim tersendiri.
Hasil penyelidikan yang telah dilaksanakan diserahkan kepada instansi yang berwenang melakukan penyidikan. Penyidikan dan penuntutan perkara Hak Asasi Manusia dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh dan di bawah koordinasi Jaksa Agung.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang sewaktu-waktu dapat meminta keterangan mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia.
Pada Pengadilan Hak Asasi Manusia dapat diangkat Hakim Ad Hoc dalam menangani masalah masalah tertentu. Pengangkatan Hakim Ad Hoc dilakukan atas usul ketua Mahkamah Agung dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pengadilan Hak Asasi Manusia berwenang pula memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia di luar kehadiran terdakwa. Pengadilan ini mulai berlaku dan dibentuk di pengadilan Negeri di Jakarta Pusat serta daerah hukumnya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
Lihat juga : UU HAM, UU Nomor 39 Tahun 1999 dan UU Nomor 5 Tahun 1998
A. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 181 Tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
Sebagaimana kita ketahui dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa negara menjamin semua warga negara mempunyai kedudukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan.Hal ini juga didukung dengan beberapa hasil konvensi, antara lain konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita Tahun 1979, Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia, dan Deklarasi PBB Tahun 1993 tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan. Konvensi-konvensi dan Deklarasi PBB, pada intinya menentang bentuk kekerasan terhadap perempuan yang merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak-hak asasi manusia.
Dalam rangka pencegahan dan penanggulangan masalah-masalah kekerasan terhadap perempuan serta penghapusan segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan di Indonesia, maka dibentuk komisi yang bersifat nasional.
Komisi ini dibentuk berdasarkan Kepres RI No. 181 Tahun 1998, yang diberi nama Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang berdasarkan Pancasila dan bersifat independen. Komisi ini bertujuan:
1) Menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan yang berlangsung di Indonesia.
2) Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.
3) Peningkatan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan hak asasi perempuan.
B. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
Perwujudan kehendak warga negara secara bebas dalam menyampaikan pendapat, baik lisan, tulisan, dan sebagainya harus tetap dipelihara. Hal ini dilakukan agar seluruh tatanan sosial di Indonesia tetap terbebas dari penyimpangan hukum.Pelaksanaan penyampaian pendapat tetap menjunjung tinggi proses keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum. Oleh karena itu, penyampaian pendapat tidak menciptakan disintegrasi sosial, tetapi justru harus dapat menjamin rasa aman dalam kehidupan masyarakat.
Undang-undang ini diharapkan dapat mencegah tekanan-tekanan fisik maupun psikis, yang dapat mengurangi jiwa dan makna dari proses keterbukaan dalam penegakan hukum.
C. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
Undang-undang ini dibentuk untuk dapat menyelesaikan masalah pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan mengembalikan keamanan serta perdamaian Indonesia. Oleh karena itu, dibentuklah pengadilan hak asasi manusia yang merupakan pengadilan khusus bagi pelanggaran hak asasi manusia yang berat.Undang-undang tentang pengadilan hak asasi manusia diharapkan dapat melindungi hak asasi manusia, baik perseorangan maupun masyarakat. Di samping itu, undang-undang tersebut dapat menjadi dasar dalam penegakan, kepastian hukum keadilan dan perasaan aman terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
D. Peraturan-Pemerintah Pengganti Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
Pengadilan Hak Asasi Manusia merupakan pengadilan khusus terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang dibentuk di lingkungan Peradilan Umum. Peradilan ini berkedudukan di kota atau Ibukota, kabupaten, dan daerah hukumnya sesuai dengan daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan.Pengadilan Hak Asasi Manusia ini bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara pelanggaran hak asasi manusia dengan Hakim Majelis. Terhadap putusan pengadilan terdahulu (Pengadilan Negeri) dapat dimintakan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi dan kasasi atau peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
Penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia hanya dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dalam melakukan penyelidikan komisi ini dapat membentuk satu tim tersendiri.
Hasil penyelidikan yang telah dilaksanakan diserahkan kepada instansi yang berwenang melakukan penyidikan. Penyidikan dan penuntutan perkara Hak Asasi Manusia dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh dan di bawah koordinasi Jaksa Agung.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang sewaktu-waktu dapat meminta keterangan mengenai perkembangan penyidikan dan penuntutan perkara pelanggaran hak asasi manusia.
Pada Pengadilan Hak Asasi Manusia dapat diangkat Hakim Ad Hoc dalam menangani masalah masalah tertentu. Pengangkatan Hakim Ad Hoc dilakukan atas usul ketua Mahkamah Agung dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pengadilan Hak Asasi Manusia berwenang pula memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia di luar kehadiran terdakwa. Pengadilan ini mulai berlaku dan dibentuk di pengadilan Negeri di Jakarta Pusat serta daerah hukumnya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
Lihat juga : UU HAM, UU Nomor 39 Tahun 1999 dan UU Nomor 5 Tahun 1998
0 Response to "Beberapa Contoh Undang-undang Tentang Perlindungan dan Pengadilan HAM"
Post a Comment